top of page
Search

Sejarah dan Pengertian Pastry: Kenali Asal Usul Kue Berlapis Ini

  • Writer: Eric
    Eric
  • 12 hours ago
  • 8 min read
sejarah pastry

Pernah tidak, anda menikmati croissant yang renyah lalu kepikiran, sebenarnya makanan seperti ini asalnya dari mana, sih? Kok bisa ada kue yang lapisannya banyak banget, tapi tetap ringan dan meleleh di mulut?


Tanpa disadari, pastry sudah jadi bagian dari banyak momen dalam hidup kita, entah saat ngopi santai, ngerayain ulang tahun, atau sekadar cari camilan enak di sore hari. Tapi di balik kelezatannya, ternyata pastry punya sejarah panjang dan proses pembuatan yang nggak sembarangan.


Di artikel ini, kita akan kupas tuntas mulai dari pengertian pastry, jenis-jenis dasarnya, sampai ke asal usul dan sejarah panjangnya yang menarik untuk disimak. Yuk, kenali lebih dalam si kue berlapis yang satu ini, lebih dari sekadar enak di lidah.


Apa Itu Pastry?

Secara umum, pastry adalah produk olahan berbasis adonan yang terdiri dari campuran tepung, lemak (seperti mentega), dan cairan, yang dipanggang hingga menghasilkan tekstur khas, baik itu renyah, lembut, atau padat. Namun, pastry bukan hanya satu jenis. Ada beragam bentuk dan karakteristik pastry yang berbeda tergantung pada jenis adonannya dan teknik pembuatannya.

Beberapa jenis pastry yang paling dikenal antara lain:


  • Pastry berlapis (flaky) seperti croissant dan puff pastry, yang menggunakan teknik laminasi, proses melipat adonan dengan lapisan mentega agar menghasilkan tekstur ringan dan berlapis.

  • Choux pastry, adonan berbahan dasar telur dan mentega yang mengembang saat dipanggang, digunakan untuk membuat eclair dan profiterole.

  • Shortcrust pastry, dengan tekstur lebih padat dan rapuh, biasa digunakan untuk pie atau tart.

  • Ada juga pastry dengan tekstur yang lebih padat dan moist seperti canele, yang menggunakan adonan cair dan dipanggang dalam cetakan khusus untuk menghasilkan kulit yang karamelnya garing dan bagian dalam yang lembut.



Prinsip Dasar Pastry

Secara prinsip, pastry adalah makanan yang dibuat dari adonan berbasis tepung dan lemak, diproses melalui pemanggangan, dan memiliki struktur serta tekstur yang khas, mulai dari yang ringan dan berlapis, hingga yang padat dan chewy. Kuncinya bukan hanya pada bahan, tetapi juga pada teknik pengolahan adonannya.


Sebagai salah satu tokoh kuliner paling berpengaruh dalam sejarah Prancis, Marie-Antoine Careme bahkan menganggap seni membuat pastry sebagai bentuk tertinggi dari seni kuliner. Ia pernah berkata:

“Seni rupa terdiri dari lima cabang: musik, lukisan, patung, puisi, dan arsitektur—yang cabang utamanya adalah seni gula.”

Dalam konteks ini, "seni gula" merujuk pada seni membuat pastry dan dessert, yang ia tempatkan sejajar dengan seni dan arsitektur. Pandangan Careme ini menegaskan bahwa pastry bukan sekadar makanan, tetapi ekspresi seni yang kompleks dan penuh presisi.


Asal Usul Pastry di Zaman Kuno

Sejarah awal pastry memang menarik, tetapi perlu diakui bahwa sumber-sumber yang tersedia cukup terbatas. Sebagian besar informasi yang kita miliki hari ini berasal dari bukti tidak langsung, seperti lukisan, catatan sastra klasik, serta interpretasi dari sejarawan makanan. Meski begitu, jejak-jejak awal penggunaan adonan pastry dapat ditemukan pada peradaban besar seperti Mesir Kuno, Yunani, dan Romawi.


Di Mesir, orang-orang diketahui membuat semacam kue dari campuran tepung dan madu, yang terkadang diperkaya dengan buah-buahan kering atau kacang. Teknik ini juga terlihat dalam budaya Yunani dan Romawi, yang menggunakan adonan tipis berbahan dasar tepung dan minyak untuk membuat makanan manis seperti tart buah, kue madu, hingga dumpling isi. Meskipun bentuknya sangat sederhana, adonan ini bisa dianggap sebagai cikal bakal dari pastry yang kita kenal saat ini.


Di era Romawi, pastry memiliki fungsi yang berbeda. Alih-alih dinikmati sebagai makanan utama, adonan sederhana dari tepung, minyak, dan air digunakan sebagai pembungkus daging saat dipanggang. Fungsinya lebih mirip alat bantu memasak: menjaga daging tetap lembap dan mencegah bagian luar gosong. Setelah matang, lapisan adonan ini biasanya dibuang dan tidak dimakan.


Salah satu kendala utama yang membatasi perkembangan pastry pada masa itu adalah belum tersedianya bahan penting seperti mentega atau lemak padat. Tanpa bahan-bahan ini, sulit untuk menciptakan tekstur berlapis dan kaya rasa seperti pada puff pastry atau croissant. Namun, keterbatasan ini tidak mengurangi nilai historisnya. Justru dari kesederhanaan tersebut, kita bisa melihat awal mula evolusi pastry yang kelak berkembang jauh lebih kompleks di periode-periode selanjutnya.



Seperti halnya bahasa, sistem pemerintahan, dan seni, sejarah pastry pun berutang besar pada peradaban klasik seperti Mesir, Yunani, dan Romawi. Mereka meletakkan dasar tidak hanya dalam praktik pembuatan adonan, tetapi juga dalam kebiasaan menikmati makanan manis dan gurih dalam bentuk yang menyerupai pastry modern. Warisan inilah yang menjadi fondasi bagi perkembangan pastry di masa-masa berikutnya.


Namun penting dipahami bahwa pastry tidak hanya berkembang di satu tempat atau budaya tertentu. Banyak jenis pastry yang kita kenal saat ini justru berasal dari berbagai belahan dunia, dengan ciri khas dan sejarahnya masing-masing. Misalnya, croissant yang kini identik dengan Prancis ternyata berasal dari Austria, sementara baklava yang dikenal berlapis-lapis dengan isian kacang dan siraman madu berasal dari kawasan Timur Tengah dan Mediterania Timur. Ada juga empanada dari Spanyol dan Amerika Latin, serta mooncake dari Tiongkok. Semua ini menunjukkan bahwa ketika kita membahas sejarah pastry secara umum, kita sedang melihat sebuah evolusi global, produk budaya yang berkembang secara paralel di berbagai wilayah dunia, lalu saling memengaruhi satu sama lain.



Dengan kata lain, pastry bukan sekadar makanan khas satu bangsa, melainkan hasil perjalanan panjang lintas budaya.


Pastry di Abad Pertengahan hingga Awal Modern

Memasuki abad pertengahan, perkembangan pastry mulai terdokumentasi dengan lebih baik. Di Eropa, khususnya di Inggris, muncul berbagai bentuk adonan yang lebih kaya dan lebih mendekati pastry modern, seperti shortcrust pastry dan hot water crust. Berbeda dengan adonan sederhana dari masa kuno, jenis adonan ini mulai menggunakan lemak dalam bentuk padat, seperti mentega atau lemak hewani, yang memberikan tekstur lebih rapuh dan rasa yang lebih gurih.



Salah satu catatan paling awal yang mendokumentasikan praktik pembuatan pastry ditemukan dalam buku resep tertua berbahasa Inggris, yaitu The Forme of Cury, yang diperkirakan ditulis pada akhir abad ke-14. Buku ini memuat berbagai resep dari dapur kerajaan Inggris dan menyebutkan teknik pembuatan wadah pie yang disebut coffin atau chastletes, istilah kuno untuk cangkang adonan yang diisi daging, buah, atau bahan lain, lalu dipanggang. Pie pada masa itu bukan hanya makanan, tetapi juga sebuah karya struktur yang menampilkan keterampilan memasak.


Pada abad ke-15 hingga ke-17, resep pastry berkembang semakin kompleks. Pewarna alami seperti saffron mulai digunakan untuk memberi warna kuning keemasan pada adonan, dan kuning telur ditambahkan untuk memperkaya rasa serta meningkatkan elastisitas. Dari sinilah berkembang teknik hot water crust pastry yang sangat populer untuk membuat game pie, yaitu pie berisi daging buruan yang sering dijadikan pusat hidangan dalam pesta dan jamuan resmi.


Selain itu, abad pertengahan juga ditandai oleh gelombang ekspedisi ke Timur Tengah melalui perang salib, yang secara tidak langsung memperluas cakrawala rasa dan bahan di dapur Eropa. Perdagangan rempah-rempah (spice trade) membawa masuk bahan-bahan eksotis seperti kayu manis, cengkeh, pala, dan lada, yang kemudian digunakan untuk memperkaya rasa isian pastry dan memperkuat kesan mewah dari hidangan tersebut.


Di lingkungan bangsawan dan kerajaan, pie dan pastry mulai dipandang sebagai simbol kemewahan. Bukan hanya karena rasanya, tetapi juga karena tampilannya yang sering dibuat besar, rumit, dan dekoratif. Pada masa ini, pastry beralih dari sekadar pembungkus praktis menjadi media ekspresi seni kuliner, terutama di kalangan elite.


Perkembangan ini menjadi fondasi penting bagi kemunculan pastry yang lebih halus dan berlapis di era berikutnya, khususnya di Prancis, yang kelak menjadi pusat dunia bagi seni membuat pastry.


Pastry dan Puncaknya di Prancis

Jika masa kuno dan abad pertengahan menjadi fondasi awal perkembangan pastry, maka Prancis adalah panggung utama di mana pastry mencapai bentuk paling elegan dan artistik. Di sinilah pastry tidak hanya dipandang sebagai makanan, tetapi sebagai bentuk seni yang mencerminkan teknik, ketelitian, dan estetika tinggi.



Salah satu momen legendaris dalam sejarah pastry adalah cerita tentang Claude Gelee, seorang pelukis asal Prancis yang juga dikenal sebagai Le Lorrain. Konon, pada sekitar tahun 1645, ia secara tidak sengaja menciptakan adonan berlapis-lapis yang kini kita kenal sebagai puff pastry. Saat mencoba membuat kue untuk ayahnya yang sedang sakit, ia menambahkan mentega ke dalam adonan dengan cara dilipat-lipat, lalu dipanggang. Hasilnya adalah adonan yang mengembang dan membentuk lapisan-lapisan tipis yang renyah dan ringan. Meski kisah ini masih bersifat anekdot dan belum terverifikasi secara sejarah, legenda ini tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi kuliner Prancis.


Namun, transformasi terbesar datang dari sosok Marie-Antoine Careme (1784–1833), yang dianggap sebagai pelopor dunia haute pâtisserie, seni membuat pastry kelas atas. Careme membawa pastry dari dapur kecil ke panggung kerajaan dan meja para pemimpin Eropa. Ia tidak hanya mengembangkan resep dan teknik baru, tetapi juga memperkenalkan pendekatan arsitektural dalam dekorasi pastry, menjadikannya sebagai simbol kemewahan dan keanggunan. Carême dikenal akan kemampuan luar biasanya dalam menciptakan struktur kompleks dari adonan, serta kegemarannya menggunakan bahan-bahan kaya seperti krim, mentega, dan rempah mahal.


Dari dapur-dapur Prancis inilah lahir berbagai jenis pastry ikonik yang bertahan hingga hari ini. Croissant, meskipun asalnya dari Austria, disempurnakan dan dipopulerkan di Prancis hingga menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya sarapan di sana. Mille-feuille, yang secara harfiah berarti "seribu lapisan", memperlihatkan kepiawaian teknik laminasi adonan. Eclair, dengan kulit choux yang diisi krim lembut dan dilapisi glasir, menjadi lambang keseimbangan antara rasa dan bentuk. Tak ketinggalan, creme patissiere, krim kental berbahan dasar susu dan telur, yang menjadi komponen dasar dari berbagai isian pastry manis.

Periode ini bukan hanya soal resep baru, tetapi juga tentang perubahan cara pandang terhadap pastry itu sendiri. Di tangan para pastry chef Prancis, adonan menjadi media ekspresi kreatif dan teknikal. Inilah yang menjadikan Prancis sebagai kiblat dunia dalam seni pastry, posisi yang hingga kini masih mereka pegang dengan bangga.


Variasi Regional di Inggris dan Negara Lain

Selain berkembang di dapur bangsawan dan patisserie Prancis, pastry juga mengalami adaptasi di berbagai wilayah, termasuk Inggris. Di sini, pastry berkembang menjadi makanan praktis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pekerja.


Contohnya adalah Cornish pasty, adonan tebal berbentuk setengah lingkaran yang diisi dengan campuran daging dan sayuran. Pasties ini mudah dibawa dan tahan lama, menjadikannya bekal ideal bagi para penambang dan buruh. Ada pula Bedfordshire Clanger, pastry memanjang berisi dua jenis isian sekaligus: bagian gurih untuk makan utama dan bagian manis sebagai penutup, semua dibungkus dalam satu adonan.


Selain pastry gurih, Inggris juga dikenal dengan beragam tart manis tradisional. Beberapa yang populer antara lain Bakewell tart, yang terdiri dari lapisan selai dan isian almond (frangipane); Manchester tart, dengan isian custard, selai raspberry, dan kelapa parut; serta Eccles cake, pastry kecil berisi buah-buahan kering berbumbu.


Meskipun tidak sekompleks kreasi Prancis, variasi regional ini memperlihatkan bagaimana pastry beradaptasi dengan bahan lokal dan selera masyarakat, membentuk bagian dari identitas kuliner yang khas di setiap daerah.


Perjalanan Pastry dari Awal yang Sederhana hingga Kreasi Modern

Pastry tidak hanya berkembang di Eropa, tapi juga beradaptasi dengan budaya dan bahan lokal di berbagai belahan dunia. Di Amerika Latin, ada empanada, pastry berisi daging atau sayur yang dipanggang atau digoreng, dengan variasi sesuai cita rasa setempat. Di Timur Tengah, baklava dikenal sebagai pastry manis berlapis filo dengan kacang dan sirup madu, menunjukkan teknik pelapisan yang rumit dan rasa khas daerah. Di Prancis, khususnya Bordeaux, lahir canele, pastry kecil dengan kulit karamel renyah dan isi custard lembut, yang dibuat dari sisa kuning telur industri anggur setempat. Sementara di Asia, mooncake menjadi pastry tradisional dengan isian pasta kacang atau biji lotus, yang biasa dinikmati saat festival.



Contoh-contoh ini memperlihatkan bagaimana teknik pastry bisa beradaptasi dan menjadi bagian dari identitas kuliner berbagai budaya di dunia. Perkembangan pastry sangat dipengaruhi oleh alat dan bahan yang tersedia di setiap era. Pada zaman kuno, penggunaan mentega sebagai bahan dasar pastry masih sangat terbatas atau bahkan belum dikenal secara luas, sehingga membatasi tekstur dan rasa pastry yang dapat dibuat. Seiring kemajuan teknologi dapur dan penemuan bahan baru, pastry mulai berkembang ke bentuk yang lebih kompleks dan lezat seperti yang kita kenal sekarang.


Kemajuan alat dan pengetahuan bahan juga memungkinkan munculnya berbagai kreasi pastry klasik dan modern. Bahkan, banyak inovasi pastry modern ditemukan secara tidak sengaja, berkat adanya teknik dan bahan yang sudah matang. Contohnya, cruffin, gabungan croissant dan muffin, diciptakan oleh Kate Reid yang memasukkan adonan croissant ke cetakan muffin. Inovasi ini hanya mungkin karena sudah ada teknik pembuatan croissant yang matang dan cetakan muffin yang umum digunakan. Contoh lain adalah cromboloni, perpaduan antara croissant dan bomboloni, yang ditemukan oleh Scott Cioe. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pastry tidak hanya soal resep, tetapi juga soal adaptasi alat dan bahan yang memungkinkan kreativitas dan penemuan baru terus terjadi hingga hari ini.



Pastry bukan sekadar camilan, melainkan bagian penting dari sejarah kuliner global. Dari awal yang sederhana hingga inovasi modern, setiap lapisan pastry menyimpan cerita panjang tentang budaya dan tradisi. Menghargai pastry berarti juga menghargai perjalanan kuliner yang membawanya sampai ke meja kita hari ini.


Sudah tahu pastry-nya berasal dari mana? Sekarang waktunya nikmati versi terbaiknya, langsung dari Authentique French Bread, supplier pastry dan bakery terpercaya untuk kebutuhan bisnis Anda.



 
 
 

Comentarios


bottom of page