Bahan-Bahan Utama untuk Membuat Roti
- Eric

- 23 hours ago
- 8 min read

Roti merupakan salah satu produk bakery yang paling digemari di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dari roti tawar, roti isi, hingga aneka roti manis yang sering kita temui di toko atau kafe, semuanya berawal dari campuran bahan-bahan sederhana yang diproses dengan cara tertentu.
Meskipun terlihat mudah, proses pembuatan roti sebenarnya bergantung pada keseimbangan bahan-bahan utamanya. Setiap bahan memiliki peran penting dalam membentuk struktur, tekstur, dan rasa roti. Misalnya, tepung memberikan kerangka utama, ragi membuat adonan mengembang, sedangkan air membantu menyatukan semua komponen.
Tanpa salah satu bahan dasar tersebut, roti tidak akan terbentuk dengan baik, adonannya bisa gagal mengembang, teksturnya menjadi padat, atau rasanya terasa tidak seimbang. Karena itu, memahami bahan baku roti bukan hanya penting bagi pembuat roti profesional, tetapi juga bagi siapa pun yang bergerak di dunia bakery dan baking.
Bagi chef dan baker, pengetahuan ini membantu mereka mengontrol kualitas, mengatur konsistensi, dan menciptakan produk yang sesuai standar. Sementara bagi pemilik bisnis, pemahaman tentang bahan baku juga berpengaruh pada efisiensi biaya, perhitungan margin, hingga pengambilan keputusan operasional seperti pemilihan supplier dan penentuan kualitas produk yang ingin dijual.
Intinya, semakin paham seseorang terhadap karakter setiap bahan, semakin mudah ia membaca proses, memperbaiki hasil, dan menghasilkan roti yang lembut, harum, dan sesuai kebutuhan pasar.
Tepung Terigu
Tepung terigu adalah bahan paling utama dalam pembuatan roti. Bisa dibilang, tanpa tepung terigu, roti tidak akan pernah terbentuk. Tepung inilah yang menjadi sumber gluten, protein yang memberi struktur, kekenyalan, dan volume pada adonan.
Saat tepung dicampur dengan air dan diuleni, gluten terbentuk dan membentuk jaringan elastis yang mampu menahan gas dari proses fermentasi ragi. Inilah yang membuat adonan roti bisa mengembang dan menghasilkan tekstur empuk saat dipanggang.
Dalam praktiknya, jenis tepung yang digunakan juga berpengaruh besar pada hasil akhir. Untuk roti, biasanya digunakan tepung terigu protein tinggi, karena kandungan glutennya lebih banyak dan bisa menghasilkan tekstur roti yang kokoh namun tetap lembut di dalam.
Menariknya, tepung terigu pun punya banyak jenis dan kualitas, tergantung pada kebutuhan adonan dan standar di tiap negara. Misalnya, di Prancis, tepung biasanya dibedakan dengan sistem “T” (type) seperti T55 atau T65, di mana angka tersebut menunjukkan tingkat kehalusan dan kadar mineralnya. Tepung T55 sering dipakai untuk roti klasik Prancis seperti baguette, karena memberi keseimbangan antara elastisitas dan kerenyahan kulit roti.
Sistem seperti itu juga banyak diadaptasi oleh merek tepung di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di sini, pembagian umumnya dikenal lewat istilah tepung protein tinggi, sedang, dan rendah. Tepung protein tinggi digunakan untuk roti, protein sedang untuk kue, dan protein rendah untuk biskuit atau gorengan. Setiap jenis memiliki kualitas dan fungsi tersendiri, tergantung hasil akhir yang ingin dicapai.
Air
Air mungkin terlihat seperti bahan yang sederhana, tapi perannya dalam pembuatan roti sangat penting. Air berfungsi untuk menghidrasi tepung, sehingga gluten bisa terbentuk dan adonan menjadi elastis saat diuleni. Tanpa air, tepung dan bahan lainnya tidak akan menyatu, dan adonan tidak akan memiliki struktur yang cukup untuk mengembang.
Selain itu, air juga berperan dalam mengaktifkan ragi. Ragi membutuhkan kelembapan agar bisa “bangun” dan mulai memfermentasi gula. Proses fermentasi inilah yang menghasilkan gas, membuat adonan mengembang, dan memberi aroma khas roti.
Untuk sebagian besar roti rumahan atau roti manis, air biasa saja sebenarnya sudah cukup. Namun, dalam beberapa jenis roti tertentu, terutama roti Eropa seperti baguette atau sourdough, kualitas air dapat memberi pengaruh kecil tapi tetap signifikan.
Salah satu faktor yang kadang dibahas adalah pH air.
pH netral umumnya ideal karena tidak mengganggu fermentasi.
Air yang terlalu asam bisa memperlambat kerja ragi.
Air yang terlalu basa dapat membuat adonan terasa lebih keras dan memengaruhi pembentukan gluten.
Sebagian baker profesional akan memilih air dengan tingkat mineral dan pH tertentu untuk mencapai karakter roti yang konsisten, meskipun ini lebih sering diterapkan di bakery skala besar atau tradisi roti khusus seperti di Prancis.
Namun untuk penggunaan sehari-hari, air mineral biasa sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan roti yang baik, yang penting suhunya tepat agar ragi bekerja optimal.
Ragi
Ragi adalah bahan utama yang membuat adonan roti bisa mengembang dan memiliki tekstur ringan. Saat ragi diberi makanan berupa gula, ia akan memfermentasi dan menghasilkan gas karbon dioksida. Gas inilah yang terperangkap di dalam jaringan gluten, sehingga adonan menjadi lebih besar, lembut, dan berpori saat dipanggang. Tanpa ragi, roti akan menjadi padat seperti kue tanpa pengembang.
Di dunia baking, ragi memiliki beberapa bentuk, seperti ragi instan, ragi aktif kering, dan ragi segar namun semuanya bekerja dengan prinsip yang sama: memfermentasi gula. Untuk pemakaian sehari-hari, ragi instan paling populer karena praktis, mudah dicampurkan, dan cenderung lebih stabil hasilnya.
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan saat menggunakan ragi:
1. Suhu air dan adonan Ragi sangat sensitif terhadap suhu.
Soal suhu air dan adonan. Ragi sangat sensitif terhadap panas: air yang terlalu dingin akan membuat proses fermentasi berjalan sangat lambat, sementara air yang terlalu panas—umumnya di atas ±50°C—dapat membunuh ragi dan menghentikan proses pengembangan sama sekali. Karena itu, suhu air hangat di kisaran 35–40°C biasanya dianggap paling ideal untuk membantu ragi aktif dan bekerja secara optimal.
2. Kondisi ragi
Ragi juga punya masa simpan. Ragi yang sudah lama terbuka atau disimpan sembarangan bisa mati dan tidak bekerja lagi. Kalau ragu, ragi bisa dites dulu dengan mencampurnya ke air hangat dan sedikit gula — jika berbusa, artinya masih aktif.
3. Takaran yang sesuai
Menggunakan terlalu banyak ragi membuat adonan mengembang cepat tapi bisa memberikan aroma yang terlalu tajam atau “yeasty.” Sebaliknya, terlalu sedikit ragi membuat adonan sulit naik dan waktu proofing lebih lama.
4. Lingkungan fermentasi
Ragi bekerja paling optimal di tempat yang hangat dan lembap. Itulah kenapa proses proofing sering dilakukan di tempat tertutup atau di dalam proofer. Udara yang terlalu dingin bisa memperlambat proses, sedangkan panas berlebih membuat adonan overproof, adonan naik terlalu cepat hingga akhirnya amblas.
Singkatnya, ragi bukan hanya bahan pengembang, tapi juga kunci yang menentukan aroma, rasa, dan tekstur roti. Dengan pemakaian yang tepat, roti akan memiliki pori-pori cantik dan tekstur yang empuk.
Garam
Garam mungkin terlihat seperti bahan kecil dalam adonan roti, tapi perannya sangat penting. Di balik fungsinya yang sederhana sebagai pemberi rasa, garam sebenarnya membantu menyeimbangkan seluruh karakter roti, dari rasa, tekstur, hingga proses fermentasinya.
Secara teknis, garam memperkuat jaringan gluten. Ketika ditambahkan ke dalam adonan, garam membantu membuat gluten lebih stabil dan elastis, sehingga adonan tidak mudah robek saat diuleni atau dibentuk. Hasil akhirnya adalah roti dengan struktur lebih kokoh, tekstur lebih rapi, dan pori-pori yang cantik.
Garam juga memiliki efek langsung pada kecepatan fermentasi. Tanpa garam, ragi bisa bekerja terlalu cepat, membuat adonan overproof atau terasa “yeasty.” Dengan adanya garam, aktivitas ragi menjadi lebih terkendali sehingga adonan naik dengan ritme yang pas dan menghasilkan aroma roti yang lebih bersih.
Dan tentu saja, garam berfungsi untuk menyeimbangkan rasa. Jika tidak ada garam, roti akan terasa hambar meskipun bahan lain sudah lengkap. Bahkan sedikit garam saja bisa membuat rasa manis, gurih, atau aroma gandum pada tepung menjadi lebih keluar dan seimbang.
Karena pengaruhnya besar, takaran garam harus diperhatikan. Terlalu sedikit membuat roti terasa kurang karakter; terlalu banyak justru menghambat pengembangan adonan. Jadi meskipun terlihat sepele, garam tetap memegang peran penting dalam keberhasilan roti.
Baca Juga: Fungsi Garam Dalam Pembuatan Roti Bakery
Lemak / Fat
Lemak, baik berupa mentega, margarin, maupun minyak, berperan penting dalam memberi kelembutan, kelembapan, dan rasa gurih pada roti. Berbeda dengan bahan-bahan utama lain seperti tepung atau ragi, lemak memang bukan komponen yang membentuk struktur, tapi justru menjadi elemen yang meningkatkan sensasi makan roti itu sendiri.
Ketika ditambahkan ke dalam adonan, lemak membantu melapisi sebagian jaringan gluten sehingga adonan menjadi lebih lunak dan mudah dibentuk. Hasil akhirnya adalah roti yang lebih lembut, empuk, dan terasa “moist” saat digigit. Lemak juga membantu memperpanjang umur simpan roti karena mengurangi penguapan air.
Di antara semua jenis lemak, mentega memiliki pengaruh paling besar terhadap karakter dan kualitas roti. Selain memberi aroma gurih yang khas, kualitas mentega juga sangat menentukan kelas sebuah produk roti.
Mentega berkualitas tinggi biasanya menghasilkan aroma lebih wangi, rasa lebih bersih, dan tekstur roti yang lebih rich.
Sebaliknya, lemak yang lebih ekonomis seperti margarin biasa atau butter blend cenderung menghasilkan roti yang lebih sederhana dari segi aroma dan rasa.
Inilah sebabnya banyak bakery membedakan kategori produk berdasarkan jenis lemak yang digunakan. Di pasar Indonesia, perbedaan mentega premium dan margarin standar sering menjadi penentu apakah roti tersebut masuk kategori mid-range atau premium. Aroma mentega yang natural dan meleleh di mulut biasanya langsung terasa oleh konsumen dan menjadi indikator kualitas yang mudah dikenali.
Sementara minyak nabati lebih sering digunakan pada roti tawar atau roti yang mengutamakan kelembutan tanpa banyak aroma tambahan, mentega tetap menjadi pilihan utama untuk roti manis, brioche, dan produk bakery premium karena memberikan karakter gurih yang tidak bisa digantikan.
Bahan Tambahan untuk Menambah Cita Rasa dan Tekstur
Selain bahan utama yang membentuk fondasi roti, ada juga beberapa bahan tambahan yang sifatnya opsional. Artinya, roti tetap bisa dibuat tanpa bahan-bahan ini, namun kehadirannya bisa memberikan rasa, aroma, atau tekstur yang lebih menarik.
Tidak semua roti cocok menggunakan bahan tambahan tertentu. Misalnya, roti Prancis seperti baguette atau pain de campagne justru tidak memakai telur, susu, atau mentega karena konsepnya memang dibuat sederhana. Sebaliknya, ada juga roti yang harus menggunakan bahan tambahan tertentu agar hasilnya sesuai karakter, contohnya:
Brioche yang wajib memakai telur dan mentega dalam jumlah banyak
Milk bread / roti susu Jepang (shokupan) yang identik dengan susu dan sedikit butter
Roti manis Indonesia yang biasanya menggunakan gula dan telur untuk kelembutan
Jadi penggunaan bahan tambahan sangat bergantung pada jenis roti yang ingin dibuat dan hasil akhir yang ingin dicapai.
Telur
Telur termasuk bahan tambahan yang sering dipakai dalam pembuatan roti, terutama untuk roti manis atau roti yang ingin memiliki tekstur lebih lembut dan kaya. Meskipun tidak wajib, karena banyak jenis roti klasik seperti baguette atau ciabatta dibuat tanpa telur, penggunaannya bisa memberikan peningkatan kualitas yang cukup terasa.
Secara fungsi, telur memberikan banyak manfaat sekaligus:
Memberi warna kecokelatan yang cantik pada permukaan roti
Menambah kelembutan dan kelembapan
Memberi rasa gurih dan kaya berkat lemak dan proteinnya
Membantu struktur adonan
Roti seperti brioche, roti manis, atau roti susu hampir selalu membutuhkan telur. Namun untuk roti yang mengutamakan tekstur ringan dan kulit renyah, telur biasanya tidak digunakan.
Baca Juga: Peran Telur Dalam Bakery
Susu
Susu adalah bahan tambahan yang sering digunakan untuk memberi rasa lebih kaya, warna lebih keemasan, dan tekstur lebih lembut pada adonan. Namun, penggunaannya bersifat opsional, tergantung jenis roti dan karakter yang ingin dicapai.
Pada beberapa roti, susu bisa membuat crumb lebih halus dan memberi aroma manis alami. Tapi tidak semua roti cocok menggunakan susu, misalnya baguette dan ciabatta yang justru mengutamakan tekstur renyah dan rasa gandum yang bersih.
Contoh roti yang umum menggunakan susu:
Brioche
Milk bun
Japanese milk bread (shokupan)
Bread Improver
Bread improver adalah bahan tambahan yang digunakan untuk meningkatkan kualitas adonan, mulai dari volume, kekenyalan, hingga stabilitas gluten saat proses pengadukan dan pemanggangan. Meskipun bermanfaat, penggunaannya opsional dan biasanya dipakai untuk kebutuhan produksi yang membutuhkan konsistensi tinggi.
Tidak semua jenis roti membutuhkan bread improver. Roti artisan seperti sourdough, baguette, atau ciabatta biasanya justru mengandalkan fermentasi alami tanpa bahan tambahan ini. Sebaliknya, roti yang membutuhkan tekstur lebih empuk dan volume besar sering memanfaatkannya.
Contoh roti yang umum memakai bread improver:
Roti tawar modern
Burger bun
Hot dog bun
Dengan memahami fungsi setiap bahan, mulai dari yang wajib hingga yang bersifat opsional, kita bisa melihat bahwa kualitas roti tidak hanya ditentukan oleh resep, tetapi juga oleh pemilihan bahan yang tepat serta tujuan akhir produk. Setiap bahan membawa perannya masing-masing, dan kombinasi yang tepat akan menghasilkan roti dengan rasa, aroma, dan tekstur terbaik sesuai kebutuhan.
Bagi bisnis yang ingin menyajikan roti berkualitas tanpa repot mengelola produksi dari nol, Authentique French Bread dapat menjadi solusi. Dengan standar artisan ala Eropa dan konsistensi bahan premium, AFB membantu cafe, restoran, dan hotel menghadirkan produk roti terbaik yang siap pakai dan mudah diandalkan setiap hari.



Comments