top of page
Search

Fungsi Garam Dalam Pembuatan Roti pada Bakery

  • Writer: Eric
    Eric
  • 3 days ago
  • 5 min read
garam dalam bakery

Bagi banyak orang, garam sering dianggap sekadar bumbu pelengkap yang ditambahkan agar makanan terasa lebih nikmat. Namun, dalam dunia bakery, terutama saat membuat roti dan pastry, garam punya peran yang jauh lebih besar dari sekadar penambah rasa.



Faktanya, garam berperan penting dalam membentuk tekstur, mengatur fermentasi, memperkuat adonan, hingga memperpanjang umur simpan roti. Bahkan sedikit saja perubahan pada kadar garam bisa berdampak besar pada hasil akhir roti yang Anda buat. Oleh karena itu, memahami fungsi garam secara menyeluruh adalah langkah penting, baik bagi baker pemula, pelaku usaha bakery, maupun siapa pun yang ingin menghasilkan roti berkualitas konsisten.


Dalam artikel ini, kita akan kupas tuntas bagaimana garam bekerja dalam adonan, apa saja fungsinya di dunia bakery, dan kenapa penggunaannya tidak bisa dianggap sepele.



Apa Itu Garam

Garam adalah mineral kristal yang secara alami terdiri dari natrium (Na) dan klorida (Cl), atau dikenal sebagai natrium klorida (NaCl). Dalam kehidupan sehari-hari, garam paling dikenal sebagai bahan penambah rasa pada makanan. Namun lebih dari itu, garam juga memiliki fungsi teknis dalam berbagai proses pengolahan makanan, termasuk dalam baking.


Garam dapat berasal dari laut, tambang, atau proses penguapan air asin, dan tersedia dalam berbagai bentuk seperti garam meja, garam kasar, hingga garam khusus untuk industri makanan. Dalam dunia bakery, garam bukan hanya digunakan untuk memberi rasa, tapi juga untuk membantu mengontrol fermentasi, memperkuat adonan, dan menciptakan tekstur serta aroma roti yang lebih baik.



Fungsi-Fungsi Garam dalam Bakery


1. Mengontrol Fermentasi: Menjaga Keseimbangan Aktivitas Ragi

Salah satu fungsi utama garam dalam pembuatan roti adalah mengontrol aktivitas ragi. Garam bekerja dengan memperlambat pertumbuhan ragi secara alami, sehingga proses fermentasi tidak berlangsung terlalu cepat. Tanpa adanya garam, ragi bisa menjadi terlalu aktif dan menyebabkan fermentasi berlebihan (overproofing).



Akibatnya, roti bisa terasa terlalu asam, bertekstur lembek, atau bahkan mengempis saat dipanggang. Misalnya, dalam pembuatan baguette, jika adonan tidak diberi garam, ragi akan bekerja terlalu cepat sehingga adonan bisa overproof sebelum waktunya. Ketika dipanggang, hasilnya roti kurang berstruktur, cenderung pipih, dan kehilangan karakter renyahnya.


Dengan adanya garam, proses proofing menjadi lebih stabil dan terkendali. Pada adonan sourdough, misalnya, penambahan garam di tahap akhir pencampuran membantu menjaga keseimbangan rasa dan fermentasi selama proses panjangnya. Intinya, penggunaan garam perlu disesuaikan dengan jenis roti yang ingin dibuat, roti berkulit keras seperti baguette biasanya membutuhkan kadar garam yang cukup untuk membentuk struktur yang kokoh dan menghasilkan kulit renyah yang khas.


2. Memperkuat Jaringan Gluten Sehingga Membentuk Adonan yang Elastis dan Stabil

Garam juga berperan dalam memperkuat jaringan gluten dalam adonan, sehingga strukturnya menjadi lebih elastis dan stabil. Hal ini membuat adonan tidak mudah sobek selama proses fermentasi maupun pembentukan. Fungsi ini akan terasa semakin penting saat menggunakan tepung dengan kadar protein rendah atau air yang cenderung lunak. Dalam praktiknya, adonan yang mengandung garam terasa lebih kokoh saat ditarik dan lebih mudah dibentuk, baik untuk roti bulat, baguette, maupun adonan pastry yang perlu digilas tipis.


3. Meningkatkan Rasa dan Aroma

Garam berperan penting dalam menyeimbangkan rasa dan memperkuat aroma khas dari hasil fermentasi. Tanpa garam, roti akan terasa hambar dan “flat”, meski bahan lainnya berkualitas. Kehadiran garam membantu mengangkat cita rasa alami dari tepung, ragi, dan proses fermentasi, sehingga roti terasa lebih lezat dan menggugah selera.



4. Mempengaruhi Warna dan Tekstur Kulit Roti

Garam membantu mengontrol konsumsi gula oleh ragi selama fermentasi. Dengan pengaturan ini, sebagian gula tetap tersisa dalam adonan dan akan terkaramelisasi saat dipanggang, menghasilkan warna kulit roti yang kecokelatan merata. Tanpa garam, ragi bisa menghabiskan seluruh gula, membuat roti terlihat pucat atau bahkan muncul warna kemerahan tidak merata yang dianggap kurang menarik.


5. Memengaruhi Kualitas Crumb

Garam membantu membentuk pori-pori roti yang lebih kecil, seragam, dan teratur. Hal ini terjadi karena garam memperkuat jaringan gluten, sehingga gas terperangkap lebih merata dalam adonan. Hasilnya, tekstur crumb, yaitu bagian dalam roti yang berpori dan lembut setelah dipotong, menjadi lebih halus, dinding sel lebih tipis, dan warna bagian dalam roti terlihat lebih cerah atau putih. Tampilan seperti ini memberi kesan akhir yang lebih premium dan profesional pada produk roti.

6. Menambah Daya Simpan Roti Secara Alami

Contohnya bisa dilihat pada roti jenis sourdough atau baguette, yang meskipun dibuat dengan bahan sederhana, tetap memiliki daya simpan alami hingga 2–3 hari pada suhu ruang, atau bahkan 4–5 hari jika disimpan dalam kondisi yang lebih sejuk dan kering. Meskipun begitu, garam tentu bukan satu-satunya faktor yang menentukan umur simpan roti atau pastry, ada juga pengaruh dari kadar air, keasaman adonan, teknik pemanggangan, dan cara penyimpanan.


Berapa Banyak Garam yang Ideal Digunakan?

Takaran garam yang umum digunakan dalam pembuatan roti adalah 1,8–2,2% dari total berat tepung (baker’s percentage). Persentase ini memberikan keseimbangan antara rasa, fermentasi, dan struktur adonan.

Namun, kebutuhan bisa berbeda tergantung jenis roti:

  • Roti Eropa biasanya lebih asin (mendekati 2,2%) untuk dinikmati sendiri.

  • Flatbread atau roti pendamping makanan gurih sering dibuat dengan kadar garam lebih rendah.


Penyesuaian juga bisa dilakukan sesuai selera pasar atau pasangan makanan yang akan disajikan bersama roti.


Jenis-jenis Garam untuk Bakery

Dalam dunia bakery, tidak semua garam diciptakan sama. Masing-masing jenis garam memiliki karakteristik unik—dari kecepatan larut hingga rasa dan tampilan akhir—yang bisa memengaruhi hasil roti atau kue secara keseluruhan.


Table salt 

Atau garam meja adalah jenis yang paling umum digunakan di dapur dan bakery. Garam ini memiliki butiran sangat halus dan larut dengan sangat cepat dalam adonan, sehingga rasa asinnya tersebar merata. Karena sifatnya yang netral dan mudah dikontrol, table salt cocok digunakan dalam berbagai produk bakery dasar seperti roti putih, brioche, muffin, pancake, sponge cake, dan aneka pastry manis. Jenis ini sangat ideal untuk resep yang membutuhkan presisi rasa tanpa pengaruh tekstur atau tampilan dari butiran garam itu sendiri.



Kosher salt 

memiliki butiran yang lebih besar dan mudah larut, menjadikannya pilihan populer untuk memberikan rasa pada adonan roti seperti sourdough, baguette, atau pretzel. Selain itu, garam ini juga sering digunakan untuk taburan di kulit roti karena teksturnya yang khas.


Fine sea salt 

Garam laut halus ini memberikan rasa asin dengan sentuhan kompleks mineral alami dari laut. Karena butirannya kecil dan cepat larut, garam ini sangat cocok untuk adonan yang ingin menonjolkan rasa tanpa mengganggu tekstur. Ideal digunakan dalam roti gandum, focaccia, ciabatta, serta berbagai pastri gurih seperti croissant, pain suisse, pain au chocolat, dan quiche. Garam ini membantu memperkaya cita rasa tanpa mendominasi bahan lainnya.



Flaky sea salt 

memiliki tekstur renyah dan larut lebih lambat, menjadikannya ideal sebagai finishing. Taburan garam ini di atas permukaan roti artisan, cookies, atau brownies menambah dimensi rasa dan sensasi crunchy yang menarik.


Memilih jenis garam yang tepat dapat meningkatkan rasa, tampilan, dan bahkan branding dari produk roti yang Anda buat.


 
 
 

Comments


bottom of page